MENGAPA
MEDIA RELATIONS SANGAT PENTING UNTUK KESUKSESAN PUBLIC RELATIONS
Dosen Pengampu: Rachmat
Kriyantono, Ph.D.
Nama : Laras Aprilia Susilo
NIM : 16512020111003
Kelas : A. Kom 2
JURUSAN
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
2017
PENDAHULUAN
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan bahan materi agar tidak terjadi kekurangan
materi. Diharapkan tulisan ini bermanfaat
sebagai sarana wacana atau masukan bagi para praktisi dalam melaksanakn
tugasnya. Untuk mencapai tujuan tersebut
penulis menjabarkan beberapa hal tentang media relations, hubungan media,
komunikasi yang efektif dengan media, karakteristik media, kebutuhan media dan
hal-hal yang menyangkut dengan media
relations.
ISI
Sebelumnya kita harus mengetahui
tentang apa yang dimaksud dengan media
relations. Media relations dalam
bahasa Indonesia diartikan sebagai hubungan media. Wardhani (2008, h. 1)
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan media
relations adalah aktivitas komunikasi public
relations atau humas untuk menjalin hubungan baik dengan media massa dalam
rangka pencapaian pengertiam, serta dukungan dalam bentuk publikasi organisasi
yang maksimal dan balance
(berimbang). Sedangkan Kriyantono (2008, h. 72) mengatakan bahwa hubungan media
adalah hubungan organisasi dengan media massa sebagai usaha mencapai penyiaran
yang maksimum atau suatu pesan public relations dalam rangka
menciptakan pengetahuan dan pemahaman publik. Ini berarti public relations harus melakukan tanggung jawabnya untuk menyampaikan
dan menerima informasi dari khalayak disamping itu media bertanggung jawab
untuk menjalankan hak publik untuk mendapatkan informasi. Kriyantono (2008, h.
71) mengatakan bahwa pada dasarnya sinergi antara public relations dan media bersifat simbiosis mutualisme, dimana
media membutuhkan bahan-bahan informasi dari public relations dan sebaliknya public
relations membutuhkan media sebagai sarana penyebaran informasi. Untuk itu,
public relations harus mempunyai
hubungan yang baik dengan media terkait yang akan membantunya untuk menyebarkan
informasi.
Diatas telah saya singgung beberapa
hal mengenai hubungan media dalam public
relations. Kriyantono mengajak kita untuk mengetahui hubungan media: bad news is bad public relations.
Sebelumnya juga telah disampaikan bahwa media sebagai sarana penyebar informasi
bagi public relations. Disampaikan
bahwa prinsip hubungan media adalah bad
news is bad public relations yang ditulis pada bab 3 halaman 72-77. Artinya
peristiwa yang buruk atau negatif tentang perusahaan cenderung “disukai” pers.
Tanpa diundang atau disuruh, pers dengan cepat dapat “mencium” peristiwa itu
dengan “senang hati” memberitakannya. Bahkan bisa jadi peristiwa yang semula
berskala kecil menjadi besar. Dampaknya citra perusahaan akan jatuh. Keberhasilan
public relations dalam mencegah
munculnya informasi negatif ini bisa dijadikan indikator keberhasilan kerja
seorang public relations. Diharapkan
untuk mencegah rasa keingintahuan media yang tinggi jika nanti suatu saat
perusahaan mempunyai peristiwa yang buruk public
relations sebagai ujung tombak untuk meredam rasa keingintahuan mereka.
Jika memang peristiwa buruk tersebut terjadi, maka seorang public relations harus mengkonfirmasi berita tersebut dan
ceritakan sesuai kebutuhan dengan bahasa yang baik serta mudah diterima.
Kriyantono (2008, h. 72-73) juga
menyampaikan bahwa dalam realita praktik public
relations masih muncul perbedaan mendasar antara public relations dan media. Perbedaan ini terjadi karena public relations dianggap representasi
perusahaan dan media adalah representasi khalayak. Sebagai representasi
perusahaan, public relations berupaya
meningkatkan citra melalui media. Sebagai representasi khalayak, media berupaya
kritis terhadap informasi yang disampaikan public
relations. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa media memberitakan rumor
atau mencari sensasi dan lebih tertarik dengan berita yang bersifat negatif.
Sedangkan media menganggap bahwa aktivitas public
relations hanya sekedar promosi dan membersarkan perusahaannya saja. Tampak
pula disajikan perbedaan mendasar public
relations dan media. Jika public
relations berfokus pada publisitas positif, superlative puff, promosi dan berita positif yang berupa citra.
Sedangkan media berfokus pada rumor & isu, news-value, sensasi dan berita negatif yang berupa berita.
Terlepas dari sifat media yang
disebut diatas cenderung berbeda dengan public
relations, sebenarnya public
relations bisa mengurangi munculnya berita-berita yang negatif. Kriyantono
(2008, h. 74) menjelaskan bahwa berita-berita negatif dipandang dari pendekatan
public relations dimungkinkan terjadi
karena 3 hal yang akan saya jelaskan dengan singkat, yaitu:
a. Tersumbatnya
saluran komunikasi
Tersumbatnya saluran komunikasi jelas
mengakibatkan masalah semakin meruncing dan meluas. Perusahaan diibaratkan
sebuah lingkaran. Public relations adalah
penjaganya lingkaran agar masalah-masalah tetap berada di lingkaran dan
diselesaikan di dalam lingkaran. Inilah yang disebut konsep “Boundaring-Spanning”. Jika masalah belum
terselesaikan sudah muncul keluar, apalagi tercium media, maka ada saluran
komunikasi yang tersumbat yang menyebabkan karyawan tidak puas.
b. Public relations
gagal memposisikan sebagai “dominant-coalition”
Dalam organisasi, dapat ditemui kelompok
atau individu-individu yang mempunyai pengaruh besar di hadapan manajemen atau
diantara karyawan. Inilah yang disebut konsep “dominant-coalition”. Mereka menjadi pemimpin opini yang tidak
jarang suara mereka didengarkan manajemen. Agar mampu melaksanakan tugasnya,
seharusnya seorang public relations
mampu memposisikan dirinya sebagai orang yang mewakili karyawan. Sehingga
karyawan yang mempunyai masalah atau kurang medapat informasi langsung bertukar
pikiran secara terbuka kepada public
relations.
c. Hubungan
media yang kurang baik
Tidak sedikit public relations beranggapan media kurang mengetahui perusahaan dan
segala permasalahan yang muncul dapat dilokalisasi, meskipun sudah tersebar ke
media. Bila ini terjadi media biasanya mencari sumber informasi lain di luar
jalur formal (PR). Sumber informasi ini sifatnya sulit dikontrol public
relations. Apalagi bila media massa perusahaan tertutup, tidak menghargai media
atau tidak mau bekerja sama, maka berita-berita negatif sulit dicegah. Kualitas
liputan berita media sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan media.
Saya rasa Kriyantono cukup jelas
dalam menyampaikan kemungkinan yang timbul akibat berita negatif dipandang dari
pendekatan public relations. Pada
intinya, public relations diharapkan
mampu menjaga hubungannya dengan media agar terciptanya citra yang baik. Selain
itu dengan adanya hubungan media akan mempermudah pihak public relations dan media untuk memahami situasi dan kondisi keja
masing-maring serta mendiskusikan hal terbaik untuk kerjasama antara kedua
belah pihak. Yang selanjutnya akan memperkecil munculnya berita-berita negatif.
Untuk mencegah timbulnya berita
negatif, komunikasi yang efektif dengan media harus dibangun. Kriyantono (2008,
h. 10) mengatakan bahwa untuk berkomunikasi yang efektif kita harus memahami
karakteristik media dan kebutuhan media. Untuk mengetahui karakteristik media public relation harus tahu dengan siapa
ia berbicara. Public relations harus
menempatkan dirinya sesuai posisi yang tepat dengan media. Kriyantono (2008, h.
80-83) menyebutkan beberapa karakteristik media yang harus dipahami, antara
lain:
a. Karakteristik
jenis media (cetak atau elektronik)
b. Kebijakan
redaksional
c. Sistem
distribusi
d. Karateristik
wartawan:
-
Kritis dan ingin
tahunya tinggi
-
Wartawan senang membuat
berita komprehensif
-
Wartawan senang membuat
berita eksklusif
-
Wartawan bersifat
nonprotokoler
-
Wartawan adalah orang
sibuk tetapi tidak terikat jam kerja
-
Wartawan cenderung
membela yang “tertindas”
Dapat saya simpulkan beberapa hal
mengenai karakteristik media. Perbedaan jenis media dapat mempengaruhi pola
kerja wartawan. Tak jarang public
relations dikerjar wartawan untuk mendapatkan informasi, sebaliknya public
relations juga harus memberikan informasi secepatnya agar berita tersebut dapat
terbit. Penulisan media cetak juga berbeda dengan media elektronik. Kriyantono
(2008, h. 80) mengatakan bahwa perbedaan karakteristik ini sesuai dengan target
audience media tersebut. Kebijakan redaksional menyangkut aturan yang diberikan
terkait penulisan berita, cara yang digunakan untuk menerima informasi, dan
pengiriman materi informasi. Selanjutnya sistem distribusi, sistem distribusi
berkaitan dengan wilayah edar media, segmentasi khalayak (jenis pendidikan,
agama, pekerjaan, gaya hidup), dan frekuensi penerbitan (harian, mingguan,
bulanan). Public relations juga perlu
memahami karakter wartawan. Mengingat bahwa setiap hari public relations berhubungan dengan wartawan.
Selanjutnya adalah memahami
kebutuhan media. Dengan memahami kebutuhan media berarti public relations juga menghargai profesi media. Seperti yang
dikatakan Kriyantono (2008, h. 83) bahwa pada akhirnya akan terjalin relasi
emosional yang akan menunjang tugas public
relations dalam membangun citra melalui media. Untuk memahami kebutuhan
media, Kriyantono (2008, h. 83-91) memberikan tips yang bisa dilakukan public relations yang akan saya ringkas
sebagai berikut:
1. Selalu
menyampaikan informasi secara jujur
2. Penihi
janji anda
3. Jangan
sampai member pernyataan “no comment”
4. Mencerdaskan
pers
5. Melayani
pekerjaan media, yang harus dilakukan public relations untuk melakukan fungsi
ini antara lain:
-
Jemput bola
-
Menyediakan informasi
setiap saat diperlukan wartawan dalam 24 jam
-
Jangan membeda-bedakan
media
-
Menyediakan detail
latar belakang (backrounders) dari setiap informasi sehingga wartawan merasa
ketercukupan informasi
-
Menyediakan akses bagi
wartawan untuk berhubungan dengan top manajemen
-
Sediakan materi dan
fasilitas pendukung lainnya bagi tugas wartawan
6. Bersikap
professional dalam menghargai profesi masing-masing, dalam hal ini public
relations harus menghindari:
-
Upaya merayu atau
meminta agar infomasinya dimuat media
-
Sikap mengeluh kepada
media
-
Upaya mencampuradukkan
tugas marketing dengan jurnalis
-
Upaya meminta media
untuk tidak memberitakan atau untuk memberitahukan sesuatu
-
Public relations hanya
semata-mata berdiri dari sudut kepentingan perusahaan
-
Public relations harus
memahami tata aturan profesi
7. Jalin
komunikasi terus-menerus
-
Sikap menyediakan
materi informasi, baik diminta ataupun tidak
-
Menjalin komunikasi
personal yang akrab
-
Menciptakan situasi
agar media cukup mengenal dan dekat dengan perusahaan
8. Bekerjasama
dengan media, berikut disampaikan beberapa pedoman untuk bekerjasama dengan
pers:
-
Berbicaralah dari sudut
pandang kepentingan public, bukan kepentingan perusahaan
-
Membuat berita yang
mudah digunakan dan dibaca
-
Jika Anda tidak ingin
beberapa pernyataan dikutip, jangan katakana pernyataan itu
-
Jangan berdebat dengan
wartawan sebab bisa jadi Anda kehilangan kendali diri
-
Nyatakan fakta paling
penting diawal
-
Jika sebuah pertanyaan
mengandung bahasa yang menyinggung atau mengandung kata yang Anda tidak sukai,
jangan mengulanginya atau menyangkalnya
-
Jika wartawan memberi
pertanyaan langsung beri jawaban langsung
-
Jangan lakukan
konferensi pers kecuali Anda punya sesuatu yang dianggap berita oleh wartawan
Dari beberapa penjelasan tersebut,
Kriyantono menyampaikan dengan jelas dari semua sudut pandang. Secara umum
telah bisa memberikan pengetahuan baru tentang pentingnya media relations bagi kesuksesan public
relations. Namun, ada beberapa hal yang belum dijelaskan secara rinci oleh
Kriyantono dalam media relations
mengenai bentuk kegiatan atau aktivitas public
relations dalam media relations,
tujuan media relations, dan maafaat media relations. Agar lebih mendalam
saya mengusulkan agar lebih bisa menjelaska secara detail dan lebih mendalam.
DAFTAR
PUSTAKA
Kriyantono, R. (2008). Public relations writing: teknik produksi media public relations dan
publisitas korporat. Jakarta: Prenadamedia group.
Wardhani,
D. (2008). Media relations: sarana
membangun reputasi organisasi. Yogyakarta: Graha ilmu.
0 komentar:
Posting Komentar